WILIS NEWS

More than News

Pelajaran dari Pilkada: Menjaga Persahabatan di Era Politik

2 min read

Pilkada bukan hanya soal memilih pemimpin daerah; bagi banyak orang, ini soal emosi, kepentingan, dan—sayangnya—perselisihan. Bayangkan ini: dulu kita bisa duduk bareng di warung kopi, bercanda, bahkan ngomong politik ringan tanpa harus mendebat siapa calon terbaik. Tapi, sekarang? Banyak orang merasa pilkada mengubah cara kita melihat satu sama lain.

Dulu, teman jadi kawan sejati. Sekarang? Gara-gara beda pilihan politik, kita mendadak punya jarak yang tidak kasat mata. Mungkin sedikit berlebihan, tapi inilah kenyataan: beda pilihan, beda pandangan, bisa bikin persahabatan yang tadinya adem ayem jadi berantakan.

  1. Menyulut Pertengkaran Sehari-hari

Saling sindir di media sosial, status yang mengarah ke “nyinyir”, sampai adu komentar pedas kerap kali terjadi. Banyak yang jadi enggan bicara soal politik, takut salah ucap atau malah menyinggung perasaan teman sendiri. Dampaknya? Interaksi sehari-hari jadi canggung. Mereka yang tadinya dekat malah jadi enggan nongkrong bareng lagi.

  1. Membatasi Kehangatan Keluarga

Enggak jarang, beda pilihan di pilkada membuat suasana keluarga jadi agak dingin. Di meja makan, topik ini mendadak jadi ‘ranjau’ yang bisa bikin suasana jadi enggak enak. Bapak, ibu, anak, sampai saudara, masing-masing punya pandangan sendiri. Ketika diskusi memanas, alih-alih mendengar, kita malah fokus mencari kesalahan satu sama lain.

  1. Mengganggu Keseharian dan Kesehatan Mental

Tanpa disadari, debat politik yang memanas itu bikin kita capek mental. Kita jadi gampang kesal, atau bahkan sampai merasa cemas kalau ketemu teman yang beda pilihan. Stres ini jelas berpengaruh ke keseharian. Yang tadinya nongkrong nyaman tanpa topik berat, sekarang malah jadi penuh kehati-hatian, takut salah ngomong.

  1. Memicu Rasa Ketidakpercayaan

Yang lebih parah, pilkada bisa bikin kita mendadak kehilangan rasa percaya pada orang lain. Teman yang tadinya kita anggap netral dan bisa diandalkan, sekarang jadi “musuh” karena pilihannya berbeda. Kita jadi suka curiga, siapa teman siapa lawan.

  1. Menyebabkan Kehilangan ‘Keselamatan Ruang Pribadi’

Dalam lingkungan seperti ini, ruang pribadi kita yang tadinya bebas jadi seolah terancam. Media sosial yang dulunya buat curhat sekarang jadi medan perang, tiap status, tiap cerita, bisa saja disalahartikan. Kita jadi kehilangan kenyamanan buat mengekspresikan diri.

Apa Solusinya?

Mungkin kita perlu belajar dari pengalaman ini bahwa pilihan politik hanyalah bagian kecil dari hidup kita. Banyak nilai lain dalam hidup yang sebenarnya jauh lebih besar dari sekadar siapa yang kita dukung dalam pilkada. Menjaga pertemanan dan keharmonisan dalam keluarga jauh lebih berharga.

Kita bisa memulai dengan langkah kecil, misalnya belajar mendengar. Coba untuk menghargai pandangan orang lain meski berbeda. Mungkin, dengan sikap ini, kita bisa menghindari perpecahan dan membawa kembali kebersamaan seperti dulu.